Pages

Sabtu, 19 November 2011

Keagungan Wanita Dalam Islam

Ditengah gencarnya arus dan gelombang persamaan gender serta emansipasi wanita. Tanggal 21 April dikenanglah nama seorang RA Kartini dengan kumpulan suratnya : “Door Duisternis Tot Licht” yang terlanjur diterjemahkan oleh seorang sastrawan Armin Pane dengan judul “Habis gelap terbitlah terang”, yang nama ini semua dijadikan sebuah simbol perjuangan wanita untuk memperjuangkan hak–hak mereka yang terzholimi.
Namun yang menjadikan kita harus mengurut dada, adalah lontaran dan celotehan kotor dari sebagian orang yang mengatakan bahwa agama Islam tidak menghormati wanita, dan beberapa hukum Islam menzholimi wanita? Fasubhanallah, tahukah mereka hakekat yang mereka ucapkan, ataukah ini hanya membeo pada ucapan orang-orang barat yang memang sangat gencar menyerang Islam dengan berusaha memburukkan citra dan keagungannya?
Perhatikanlah wahai saudaraku, Islam datang untuk membawa rahmat bagi seluruh alam, sebagamana firman Nya :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tidaklah kami mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
(QS. Al Anbiya’ : 107)
Wanita adalah bagian utama dalam kehidupan di alam semesta, tidak akan baik sebuah kehiduan tanpa pengagungan dan penghormatan kepada mereka, lalu akankah islam mendloliminya? Tidak wallahi tidak.
Dari sini marilah kita telusuri bagaimana sebenarnya islam memperlakukan kaum hawa, baik saat menjadi apapun dia, baik saat masih sebagai seorang anak, menjadi ibu, menjadi saudara wanita, menjadi bibi atau lainnya.
Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq Nya dan menghilangkan syubuhat kotor yang terpolusi oleh hitamnya isu persamaan gender dan emansipasi.

Saat Menjadi Anak

Pada zaman Jahiliyyah, menjadi anak wanita benar-benar terhina, orang tua mereka tidak senang dengan kehadirannya bahkan mereka tega membunuhnya dengan menguburnya hidup hidup. Perhatikanlah gambaran qur’ani berikut :
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ – يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan kelahiran anak perempuannya, hitamlah mukanya dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan burknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menangung kehinaan ataukah menguburkannya ke dalam tanah hidup-hidup? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An Nahl: 58-59)
Al Hafidz Ibnu Hajar menyebutkan bahwa orang-orang jahiliyyah saat mengubur hidup-hidup anak wanitanya, mereka menggunakan dua cara :
Pertama: Dia memerinthakan istrinya apabila akan melahirkan supaya berada di dekat sebuah kubangan, lalu apabila yang lahir adalah laki-laki maka dia membiarkanya, namun apabila perempuan maka segera dilempar ke kubangan tersebut.
Kedua: Ada sebagian lain, yang membiarkan anak wanitanya hidup sampai sekitar umur enam tahun, lalu saat itu dia berkata kepada istrinya : “Hiasilah dan berilah wewangian pada anak ini, saya akan ajak dia mengunjungi kerabat kita”. Ternyata anak tersebut di bawa ke tangah padang pasir sehingga sampai ke sebuah sumur, lau dia berkata kepada anak wanita tersebut: Lihatlah kedalam sumur ini.” Dan akhirnya dia mendorong anaknya sehingga jatuh kedalamnya. (Lihat Fathul Bari 10/421)
Namun hal itu sangat berbeda dengan Islam yang menganggap bahwa kelahiran seorang anak wanita adalah sebuah kenikmatan agung, dan islam memerintahkan untuk memperhatikan serta mendidik mereka, dan islam memberikan balasan besar bagi yang melakukannya.
Rasulullah bersabda :
عن عقبة بن عامر يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من كان له ثلاث بنات فصبر عليهن وأطعمهن وسقاهن وكساهن من جدته كن له حجابا من النار يوم القيامة
Dari Uqbah bin Amir berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang mempunyai tiga orang anak wanita lalu sabar menghadapinya dan memberinya pakaian dari hasil usahanya, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari nereka.” (HR. Ibnu Majah : 3669, Bukhori dalam adab Mufrod : 76 dan Ahmad 4/154 dengan sanad shohih, lihat Ash Shohihah : 294)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ وَضَمَّ أَصَابِعَهُ
Dari Anas bin Malik berkata: “Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang memelihara dua anak wanita sehingga baligh, maka dia akan datang pada hari kiamat dan saat itu saya dan dia seperti ini.” Lalu Rasulullah menyatukan antara jari-jari beliau.” (HR. Muslim : 2631)
Dan pada riwayat lain dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah bersabda,
من كن له ثلاث بنات يؤويهن و يرحمهن و يكفلهن وجبت له الجنة البتة . قيل : يا رسول الله ! فإن كانت اثنتين ؟ قال : و إن كانت اثنتين . قال : فرأى بعض القوم أن لو قالوا له : واحدة ؟ لقال : واحدة
“Barang siapa yang memiliki tiga anak wanita lalu memelihara, mengasih sayanginya dan menanggung hidupnya maka dia pasti masuk surga. Lalu ada yang bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana kalau hanya dua?” beliau menjawab, “Meskipun hanya dua.” Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa seandainya mereka bertanya, “Bagaimana kalau cuma satu?” niscaya Rasulullah akan menajawabnya: “Meskipun Cuma satu.” (HR. Ahmad 3/303, lihat Ash Shohihah : 2679)

Saat Menjadi Ibu

Saat seorang wanita menjadi ibu, maka syariat Islam benar-benar menghormati dan mengagungkannya. Hal ini sangat nampak sekali dengan wajibnya seorang anak berbakti pada ibunya, berbuat baik padanya, larangan menyakitinya dengan cara apapun, mendoakan kebaikan baginya serta berbagai hal lain yang membawa kebahagiaan serta kehormatan dirinya.
Salah satu gambarannya adalah firman Allah Ta’ala :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا – وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahan supaya kamu jangan menyemba selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau keduanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah” dan janganlah kamu membentak keduanya dan ucapanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Ya Allah, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. An Nahl : 23, 24)
Bahkan Islam lebih mendahulukan menghormati ibu daripada bapak. Sebagaimana hadits berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
Dari Abu Hurairah berkata, “Datang seseorang kepada Rasulullah lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak untuk saya berbuat baik padanya?”
Rasulullah menjawab : Ibumu,
Dia bertanya lagi : Lalu siapa?
Rasulullah menjawab : Ibumu,
dia bertanya lagi : Lalu siapa?
Rasulullah kembali menjawab : Ibumu,
lalu dia bertanya lagi : Lalu siapa?
Rasulullah menjawab : Bapakmu.”
(HR. Bukhari : 5971, Muslim : 2548)
Syariat Islam juga menjadikan berbuat bakti kepada orang tua termasuk diantara amal perbuatan yang paling mulia. Dan ini sangat jelas tergambar dalam beberapa hadits Rasulullah , diantaranya :
عن عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Dari Abdullah bin Mas’ud berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah, “Apakah amal perbuatan yang paling dicintai oleh Allah?” Rasulullah menjawab, “Sholat yang tepat pada waktunya.” Saya bertanya lagi, “Lalu apa?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua oang tua.” “Lalu apa lagi?” “Jihad fisabilillah.” (HR. Bukhori : 5970, Muslim : 85)
Islam juga menjadikan durhaka kepada keduanya termasuk dosa besar, sebagaimana sabda Rasulullah :
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ قَالَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ
Dari Abdur Rahman bin Abu Bakrah dari bapaknya berkata, “Rasulullah bersabda, “Maukah kalian saya tunjukkan kepada perbuatan dosa yang paling besar? Para sahabat mengatakan : Wahai Rasulullah, Beliau bersabda : “Berbuat syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” Dan saat itu duduk padahal sebelumnya bersandar : hati-hatilah kalian dengan sumpah palsu.” Rasulullah selalu mengulang-ulanginya sehingga kami mengatakan: Duh, seandainya beliau mau diam. (HR. Bukhori : 5976, Muslim : 87)

Saat Menjadi Istri

Saat seorang wanita menjadi istri, maka syariat Islam pun sangat memperhatikan hak-haknya serta sangat menghargai dan menghormatinya. Diperintahkan seorang suami untuk berbuat baik kepadanya, tidak menyakitinya, bersabar atas segala kekurangannya, berbuat baik kepada keluarganya, memberinya nafkah dengan cara yang baik, menjaga kehormatannya dan lain sebagainya.
Cukuplah itu semua masuk dalam perintah Allah :
“Dan pergaulilah mereka (para istri) dengan cara yang baik.” (QS. An Nisa’ : 19)
Dan perhatikanlah beberapa hadits berikut, niscaya engkau akan mengetahui bagaimana islam sangat menghormati seorang istri.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ إِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
Dari Abu Huroiroh berkata: “Rasulullah bersabda : “Berbuat baiklah kalian kepada istri, karena dia diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas, kalau engkau meluruskannya berarti engkau mematahkanya namun jika engkau biarkan maka dia akan selalu bengkok, oleh karena itu berbuat baiklah kalian kepada para istri.” (HR. Bukhori : 3331, Muslim : 1468)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا
Dari Abu Huroiroh berkata: “Rasulullah bersabda: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, sebaik-baik kalian yang paling baik terhadap istrinya.” (HR. Ahmad 2/250, Abu Dawud : 4682, Tirmidzi : 1162 dengan sanad shohih)
عن جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّه قال : قال رسول الله : فَاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dari Jabir bin Abdillah bahwasannya Rasulullah bersabda saat khutbah haji wada’: “Takutlah kalian kepada Allah tentang urusan istri kalian, karena kalian mengambilnya dengan amanat dari Allah, dan kalian halalkan farjinya dengan kalimat Allah, maka hak kalian atas mereka adalah agar mereka kaum istri jangan mengizinkan orang yang kalian benci masuk rumah kalian, kalau sampai mereka melakukannya maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti, sedangkan hak mereka atas kalian adalah kalian berikan nafkah serta pakaiannya dengan cara yang baik.” (HR. Muslim : 1218)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
Dari Abu Huroiroh berkata : ” Rasulullah bersabda : “Janganlah seorang mukmin laki-laki membenci seorang wanita mu’minah, karena jika dia melihat ada akhlaknya yang tidak disenangi, niscaya dia akan menemukan akhlak lain yang dia senangi.” (HR. Muslim : 1469)

Saat Sebagai Kerabat

Saat seorang wanita menjadi kerabat, baik sebagai saudara, bibi , keponakan maupun saudara sepupu, maka syariat Allah dan Rasulnya pun tetap menghormati dan mengagungkannya.
Kaum muslimin diperintahkan untuk berbuat baik kepada mereka, di perintah untuk menyambung hubungan kekerabatan, menjaga hak-hak mereka serta lainnya.
Perhatikanlah beberapa nash berikut :
عن المقدام بن معد يكرب أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إن الله يوصيكم بأمهاتكم ثلاثا إن الله يوصيكم بآبائكم إن الله يوصيكم بالأقرب فالأقرب .
Dari Miqdam bin Ma’dikarib bahwasannya Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada ibu-ibu kalian (tiga kali). Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada bapak-bapak kalian, sesungguhnya Allah berwasiat untuk berbuat baik dengan keluar yang terdekat kemudian yang dekatnya lagi. (HR. Bukhori dalam Adab Mufrod : 60, Ibnu Majah : 3661 dengan sanad shohih, lihat Ash Shohihah : 1666)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الرَّحِمَ شَجْنَةٌ مِنْ الرَّحْمَنِ فَقَالَ اللَّهُ مَنْ وَصَلَكِ وَصَلْتُهُ وَمَنْ قَطَعَكِ قَطَعْتُهُ
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya orang yang masih punya hubungan keluarga adalah kerabat erat dari Allah, maka Allah berfirman, “Barang siapa yang menyambungmu maka Aku akan menyambungnya, dan barang siapa yang memutusmu maka Aku akan memutusnya.” (HR. Bukhori : 5989, Muslim : 2555)

Saat Menjadi Orang Lain

Sampaipun saat seorang wanita hanya menjadi orang lain yang tidak memmpunyai hubungan kekeluargaan dengannya, maka islam masih sangat menghargai dan menghormatinya.
Sebagai sebuah gambaran mudah. Islam memerintahkan untuk memberikan bantuan saat ada seorang wanita yang membutuhkan, sebagaimana sabda Rasulullah,
السَّاعِي عَلَى الْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ الْقَائِمِ اللَّيْلَ الصَّائِمِ النَّهَارَ
“Orang yang berusaha membantu para janda dan orang miskin maka dia berada dijalan Allah atau seperti orang yang sholat malam dan puasa siang hari.” (HR. Bukhari : 6007, Muslim : 2982)

Inilah sekelumit dari samudra keagungan wanita dalam naungan syariat Islam, lalu setelah ini semua, masihkah ada orang yang berani untuk mengatakan bahwa islam mendholimi wanita dan tidak memberikan hak-hak mereka? Mudah-mudahan Allah tidak menjadikan kita sebagai orang yang buta hati dan akal. Wallahu a’lam

Menjaga Cinta ALLAh

Cinta itu fitrah yang pasti dirasakan oleh setiap manusia. Namun kita perlu tetap waspada agar cinta yang semestinya menjadi anugerah Allah jangan sampai terkotori dengan hal hal yang tidak diridhoi oleh Allah.
Ungkapan Love is blind, bukanlah ungkapan yang tak bermakna. Dalam keseharian sangat mudah bagi kita menemukan pemuda dan pemudi yang sedang mengalami cinta kehilangan orientasi berpikir mereka secara logis, semua diakibatkan karena perasaan yang tidak menentu sedang berputar-putar dalam hati mereka. Cemas dan gelisah adalah perasaan sering kali mengganggu kehidupan remaja yang sedang dimabuk asmara. Hal ini mengakibatkan gangguan secara psikologis remaja kita hari ini. Pemuda-pemudi yang sedang diombang-ambing perasaannya oleh cinta cenderung sulit memahami perasaan yang sedang mereka alami. Sehingga cinta justru menjadi masalah tersendiri dalam kehidupan remaja kita hari ini.
Cinta memiliki bisa memiliki banyak sekali penafsiran, sangat tergantung pada siapa yang merasakan, menghayati dan mengalaminya. Bila kita memandang cinta dari sudut pandang biologis, layaknya cinta yang dialami oleh pemuda-pemudi dan orang dewasa kepada pasangan mereka, lebih mengarah kepada pemenuhan impuls libido. Sedangkan cinta bagi seorang anak kepada orang tuanya, akan memiliki makna yang jauh berbeda pula. Cinta anak kepada orang tua tentu lebih mengarah kepada perasaan kasih dan sayang yang tiada terhingga.
Sementara itu, cinta Allah kepada mahluk-Nya adalah cinta yang dipenuhi dengan cahaya ilahiyah, yang bisa dilihat dengan mata hati, bisa dirasakan dengan qolbu, dan diresapi dengan kesadaran ruhaniyah yang mendalam.  Begitu pula sebaliknya cinta kepada Allah adalah sebuah perasaan dari seorang hamba kepada Rabb sebagai wujud kesempurnaan keimanan dan penghambaan kepada Allah.
”Barang siapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan mencegah karena Allah, maka ia sudah menyempurnakan iman.” (Dishahihkan oleh al-Albani).
Dalam menjalani kehidupan ini, yang perlu senantiasa menjadi perenungan kita adalah, sudahkah kita mencintai karena Allah? Untuk senantiasa menjernihkan cinta ternyata butuh latihan. Karena faktanya sering kita merasa telah mencintai karena Allah, namun keyataannya kehidupan dan cinta kita hambar, kering dan jauh dari cahaya ruhani dan sentuhan ilahiyah.
Maka baik juga  jika cepat mengenali perubahan suasana di hati kita, dan dengan sigap menghadirkan kesadaran untuk menimbang-nimbang apakah saat ini cinta kita masih berada dalam ridha Allah, sehingga kita senantiasa awas dan waspada kalau saja cinta di dada kita mulai bergeser dan berubah makna, hingga lalai dari mencintai karena Allah.
Agar cinta senantiasa terjaga dalam ridha Allah, kita perlu melatih kepekaan hati kita dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam hati kita, misal :
  1. Apakah cinta kita masih memiliki kemampuan untuk menggerakkan sikap negatif  menjadi positif dalam menghadapi persoalan hidup bersama pasangan kita?
  2. Apakah cinta kita kepada pasangan kita masih cukup mampu memotivasi peningkatan kualitas ibadah dan penghambaan kita kepada Allah?
  3. Apakah cinta kita masih mampu menjaga kita agar senantiasa setia berbuat yang terbaik dalam amar ma’ruf nahi munkar?
Semoga dengan membiasakan mengajukan pertanyaan kepada hati kita tentang kemana arah cinta kita hari ini, apakah masih dalam mengharapkan ridha Allah atau sudah mulai bergeser, bisa menjadikan keimanaan dan kecintaan kita kepada Allah semakin kokoh.
Allah-lah yang meniupkan cinta dalam hati kita, maka Allah lah yang paling pantas kita cintai dengan perasaan cinta terbaik kita. Maka cintailah yang di cintai-Nya, dan bencilah pada semua yang di benci-Nya. Agar cinta dihati kita tetap bersemi indah.

Mengelola Cinta Perempuan

Ketika seorang perempuan dikaruniai oleh Allah rasa cinta yang tak berbatas, maka haruskah rasa cinta membutakan mata hati hingga tak terbedakan kebaikan dan keburukan?
“ Katakanlah (Muhammad), jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha pengampun dan Maha Penyayang”. (QS. Al Imraan: 31)
*****
Sore itu Lisa diajak suaminya mengikuti family gathering di kantor suaminya bekerja. Di acara itu para suami mengajak istri untuk ikut serta, sekalian mengikat tali silaturrahim. Lisa semangat sekali kala itu, karena bertemu dengan para istri teman kantor suaminya adalah hal yang menyenangkan juga mengobati rasa jenuh sebab sepanjang hari ia hanya beraktivitas di rumah. Baginya ini kesempatan untuk bersosialisasi, mendengar cerita dan menambah ilmu dari pengalaman mereka mengurus rumah tangga .
Namun kekecawaan meliputi hatinya, ketika suami yang begitu dihormatinya membentak Lisa di depan teman-teman kantor suaminya. Hanya karena Lisa lupa membawa ponsel suaminya yang tertinggal di dashboard mobil. Lisa berusaha meredam emosi suaminya dengan menawarkan diri untuk kembali ke mobil. Tapi suami nya menolak dan memarahi Lisa. Lisa pikir itu hal sepele, apa susahnya jika ia kembali ke mobil untuk mengambil ponsel milik suaminya. Tapi kali itu suaminya bersikap lain dari biasanya. Tak pernah sekalipun ia mendapati suaminya membentak apalagi di depan orang. Ternyata pernikahan yang berjalan hampir 2 tahun tak membuat ia mampu memahami karakter suaminya.
Sesampai di rumah ia mencoba meminta penjelasan dan meminta maaf jika memang ia salah. Tapi suaminya makin menjadi-jadi. Hari-hari berikutnya suaminya bersikap acuh tak acuh. Hanya sesekali mengajak Lisa berbicara jika memang terpaksa. Bahkan mengajak berbicara pun tanpa melihat wajah Lisa. Ia berusaha bertahan, karena cinta Lisa begitu dalam pada suaminya  bahkan ia semakin rajin merapikan rumah, mempercantik diri, dan bersikap lembut.
Suatu kali Lisa sempat memohon kepada suaminya, untuk bersikap sedikit lebih baik padanya, namun hasilnya sia-sia. Bahkan suaminya seringkali bertindak kasar jika beberapa hal sepele ada yang tak dia sukai seperti nasi yang terlalu lembek lah atau jika si kecil menangis di tengah malam yang membuatnya terbangun. Lisa hanya menangis sepanjang malam sambil menggendong si kecil, bertanya-tanya ada apa dengan perubahan suaminya, hanya karena masalah ponsel ataukah ada masalah lain yang suaminya sembunyikan. Kenapa suaminya berbeda dengan awal perkenalan dulu ketika di acara perjodohan yang dihadiri kedua keluarga. Suaminya yang begitu sopan di depan keluarga besar, bersikap lembut pada Lisa. Tapi kini, kenyataan pahit yang harus dihadapi Lisa.
Dan rumah ibu adalah tempat yang membuat ia tenang. Meski ia tak mampu bercerita apapun pada ibunya. Setidaknya ia merasakan suasana yang berbeda dengan rumahnya. Lisa berharap suaminya tersadar dan mau menyeleseseikan permasalahan mereka dengan baik. Ia sangat takut jika suaminya akan meninggalkannya, tidak terbayangkan oleh Lisa untuk membesarkan buah hati mereka seorang diri.
Kini Lisa mulai merasa sangat menyesal, apa yang sudah ia lakukan seolah-olah tak ada arti didepan suaminya.
   *****
Allah menciptakan manusia sebagai sebaik-baik mahluk. Dalam satu paket, mulai dari panca indera, akal sehat, dan naluri untuk merasakan rasa cinta. Manusia membutuhkan akal untuk membuktikan rasa cinta yang dirasakannya. Rasa cinta kepada kedua orang tua, pasangan, anak, saudara, tetangga bahkan kepada lingkungan.
Namun rasa cinta tersebut harus dijaga agar tetap fitrah. Tak jarang sikap orang tua saking cintanya pada si anak, sampai harta yang tak halal pun ia berikan kepada keluarga, agar keinginan si anak atau istri tercukupi. Lalu menilik kisah diatas, rasa cinta yang mendalam seorang istri pada suaminya, sampai ia rela meskipun suami mengasarinya, tetapi ia tetap bertahan dalam memperbaiki rumah tangga nya karena ketakutan yang besar jika suami meninggalkannya. Perlu diingat, perempuan harus menakar rasa cinta sewajarnya. Pastikan rasa cinta yang berlebih itu untuk Allah, dan rasa cinta yang sewajarnya itu hanya karena Allah.
Rasa cinta harus dirawat dan di pupuk dengan pengertian. Agar cinta tak salah tempat dan melebihi takaran yang seharusnya. Berikut beberapa aktivitas sederhana untuk merawat rasa cinta seorang perempuan agar sesuai dengan tuntunan Allah SWT.

  •   Menakar Rasa Cinta
Mungkin kisah Lisa tak asing di telinga kita, kejadian yang semacam atau versi-versi lain yang seringkali  dihadapi sahabat muslimah. Kisah ini membuktikan bahwa Allah yang Maha membolak-balik kan hati setiap hamba-Nya. Mungkin di awal perjumpaan terkesan bersikap manis, namun selang beberapa bulan mulai menunjukkan keanehan sikap. Dan hari-hari selanjutnya rumah tangga diisi saling tak tegur sapa atau sikap sinis pasangan.
Dalam proses membangun rumah tangga, yang patut kita sadari adalah selama masih berstatus seorang istri, maka kita wajib menghormati dan menjaga harga diri serta aib keluarga.
Dimasa-masa awal pernikahan kita wajib mengatur naluri rasa cinta yang timbul atas karunia  Allah, karena rasa tersebut harus ditempatkan di posisi yang wajar, artinya tidak berlebihan dalam mencintai, baik mencintai anak, istri, orang tua, sahabat atau kencintaan  duniawi lainnya, sehingga kadar cinta tersebut tidak melebihi kadar cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mengendalikan rasa cinta ini perlu diasah setiap waktu agar rasa cinta tidak diambil alih kendali oleh setan. Berhati-hatilah, jika muslimah mulai melakukan sesuatu hal untuk menarik lawan jenis atau ingin dipuji, mungkin itu tanda-tanda rasa cinta akan diambil alih oleh setan.
“Katakanlah, Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, istri-istri mu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusanNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk bagi yang orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah : 24)

  •   Cinta = Ujian
Dunia merupakan tempat bertemu dan berpisahnya ruh dengan jiwa. Segala proses kehidupan manusia selalu berkaitan dengan dunia. Selama kita masih berstatus sebagai penduduk dunia maka akan  sering kita temui salah satu penyakit hati yang paling mudah merasuki jiwa seorang perempuan yaitu “cinta dunia”. Cinta dunia adalah ujian terberat seorang perempuan yang disebabkan oleh  rasa cinta yang berlebihan terhadap hal   yang bersifat duniawi yang tak sejalan dengan tuntunan Allah atau rasa cinta terhadap duniawi lebih besar dari pada cinta-Nya kepada Allah  dan Rasul-Nya. Seorang perempuan dapat  dikatakan golongan “Cinta Dunia” adalah ketika ia melakukan sesuatu bukan karena Allah. Bermacam-macam contoh, misalnya tamak akan harta, mencintai pasangan secara berlebihan hingga mengorbankan diri sendiri dan segala hal yang membuat kita lupa akan ke-Esa-an Allah.
 ”Dan diantara manusia ada yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan yang merekai cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari kiamat), behwa kekuatan itu semua milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka akan menyesal)”. (QS Al Baqoroh :165)
“Yang demikian itu disebabkan karena mereka lebih mencintai kehidupan di dunia daripada di akhirat, dan Allah tidak memberi petunjuk bagi kaum yang kafir”. (QS An Nahl:107)
Cinta dapat dengan mudah menghancurkan harga diri seorang perempuan. Imanlah yang membuat harga diri tersebut tetap terjaga. Muslimah jangan mudah terlena oleh rayuan setan. Karena cinta yang awalnya karunia, mudah saja berubah menjadi cobaan sebab cinta adalah ujian yang harus dijaga kemurniannya.
Yang perlu disadari bahwa seseorang mengasihi dan berlaku baik pada kita, itu karena kehendak Allah. Maka wajib kita mencintai Allah yang Maha Menurunkan Rahmat-Nya sehingga membuat orang lain mengasihi kita.
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kapadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu..” (QS. Al Qashash : 77)

  • Meraih Cinta-Nya
Jika manusia tidak mempunyai ilmu, ibaratnya tak ada pegangan untuk melangkah. Tentu saja bukan sembarang melangkah, melainkan melangkah untuk kebaikan berdasarkan syariatNya. Begitu juga dalam mengelola cinta, Allah mewajibkan manusia untuk berilmu sehingga apa yang ia lakukan di dunia membawa kebaikan untuk sesama. Sebaliknya jika salah kaprah dalam pengelolaahnya, maka cinta kan mendatangkan keburukan.
Maka raihlah cinta Allah untuk mendatangkan kebaikan di dunia, dengan cara:
  1. Selalu istiqomahkan istighfar di lisan hingga hati mentafakurinya meski dalam diam, itulah salah satu pintu menggapai pertaubatan. Muhasabah diri atas kesalahan dalam mengelola cinta, hingga tuntunan Allah terabaikan.
  2. Sabar jika ujian menempa, karena kekuatan iman akan semakin kokoh jika tempaan dalam mengelola cinta dapat kita hadapi.
  3. Ikhlas, apapun yang Allah berikan adalah takdir Allah. Dengan ikhlas, maka Allah akan menjernihkan mata hati hingga kita dapat membaca hikmah dibalik hikmah yang terselubung. Karena keikhlasan memberikan ketenangan pada seorang perempuan, agar mampu mengelola cinta dengan benar.
  4. Allah senang jika hamba-Nya meminta kepada-Nya. Bukankah doa adalah senjata orang mukmin, maka untuk menguatkan iman agar muslimah mampu meraih cinta-Nya, selalu meminta untuk dapat memaknai rasa cinta supaya tak salah arah.
“Dan ketahuilah bahwa ditengah-tengah kamu Rasulullah. Kalau dia menuruti (kemauan) kamu dalam banyak hal, pasti kamu akan mendapat kesusahan. Tetapi Allah menjadikan cinta kepada keimanan, dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu, serta menjadikan kamu benci kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang yang mengikuti jalan lurus, sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. Hujurat:7)
Semoga menjadi penyemangat setiap muslimah untuk belajar menjaga, mengelola dan meniatkan rasa cinta hanya karena Allah semata, agar cinta sejati-Nya lah yang kelak didapatkan.

Di Balik Pesona Kosmetika

Ketika berbicara tentang kosmetika, yang terbayang dalam benak kita adalah wanita. Kosmetika mungkin identik dengan kecantikan fisik. Ada begitu banyak kaum wanita yang terobsesi menjadi cantik melalui beragam upaya. Salah satu cara paling instan yang banyak dilakukan adalah dengan menggunakan berbagai macam kosmetika. Namun sadarkah kita? Bahwa di balik pesona kosmetika itu ada begitu banyak penyakit yang mengintai, mulai dari penyakit ringan hingga penyakit yang mematikan. Penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh berbagai bahan yang menyusun kosmetika tersebut. Berbagai penyakit tersebut diantaranya dermatitis kontak (semacam bintik-bintik), jerawat, fotosensitifitas, pigmented cosmetic dermatitis (pigmen bertambah atau kulit bertambah gelap ketika pemakaian dihentikan), beberapa reaksi kulit lain seperti granuloma, serta berbagai penyakit berbahaya seperti gangguan ginjal, jantung, hati serta organ tubuh lainnya.
Tentunya kita sering mendengar atau melihat iklan-iklan kosmetik penghilang jerawat, pemutih wajah, dan sebagainya. Ada begitu banyak iklan yang menyesatkan karena terlalu lebay, yang terkadang malah keluar dari batasan kosmetika. Dan tak banyak yang menyadari tentang hal ini. Jangankan sadar, tahu pun mungkin tidak.
Hakekat dari kosmetik sesungguhnya adalah bahan yang digunakan hanya untuk luar tubuh manusia, seperti bedak, lipstik, shampo, pasta gigi, dan sebagainya. Dan yang namanya kosmetika itu bukan sesuatu yang berkhasiat sebagai obat, seperti penghilang jerawat misalnya. Ada beberapa tujuan dari pemakaian kosmetika ini, antara lain untuk perawatan diri, memperbaiki penampilan (rias), sebagai pengharum/wewangian, pelindung (sunblock, tabir surya, dsb), ada juga kosmetika khusus untuk artis, atau yang lebih sering disebut masking.
Menurut Al Qur’an, refleksi kecantikan yang sempurna ada pada penciptaan bidadari surga. Cantik dalam terminologi Al Qur’an adalah cantik luar dan dalam, cantik rupa dan budi. Kecantikan itu ada yang berasal dari dalam (hati) dan ada pula yang dari luar (fisik). Dan sesungguhnya Islam lebih mengutamakan pesona kecantikan dari dalam (inner beauty) daripada kecantikan fisik karena hati adalah komandan yang akan menentukan baik buruknya perilaku. Kecantikan wajah semisal bentuk hidung atau mata merupakan ciptaan Allah yang tidak bisa diubah, sedangkan kecantikan hati yang bersumber dari taqwa dapat diperbagus asalkan kita mau berusaha.
Ciri-ciri hati yang cantik antara lain terbebas dari sikap sombong, tamak dan dengki, dan dipenuhi dengan tawadhu’ (rendah hati) dan qana’ah. Hati yang tawadhu’ akan seperti air yang selalu mencari tempat yang rendah dan menyejukkan orang lain. Hati yang qana’ah akan seperti telaga yang luas yang tidak pernah merasa sempit dengan keadaan yang diterimanya. Pribadi yang memiliki kecantikan hati akan dikenali debagai sosok yang menebarkan ketenangan pada lingkungannya sehingga tidak ada yang merasa tersikssa, dirugikan, takut atau terancam saat berada bersamanya. Pribadi yang cantik juga adalah sosok yang pemaaf yang tidak suka membuka aib saudaranya dan pandai mengendalikan emosinya.
Jika yang utama adalah kecantikan hati, tidak perlukah merawat kecantikan fisik? Merawat kecantikan fisik tetap perlu dilakukan sebagai salah bentuk rasa syukur nikmat kepada Allah. Namun ada hal yang perlu diperhatikan tentang kaidah menampakkan penampilan fisik, yaitu cantik di rumah, rapi di luar dan bukan sebaliknya.
Agar terhindar dari berbagai bahaya yang mengintai akibat pemakaian kosmetika, maka kita perlu cermat. Ada beberapa tips agar terhindar dari hal-hal tersebut, antara lain : cermat dalam memilih dan membeli kosmetika sesuai kebutuhan, cermat dalam menggunakan, cermat dalam membaca info (karena ada beberapa kandungan kosmetika yang berbahaya dan sebenarnya itu dilarang), perhatikan semua informasi yang tertera dalam label, termasuk ijin dari BPOM dan juga LPPOM MUI.
Selain itu, Allah telah menyediakan begitu banyak fasilitas di alam ini yang bias digunakan untuk mempercantik diri. Bahan-bahan alami seperti buah, sayur dan rempah-rempah bisa digunakan untuk keperluan tersebut, tentunya sesuai kebutuhan, tujuan, serta kandungan dalam buah dan sayur tersebut. Olah raga teratur banyak minum air putih, akan membuat kita makin sehat dan bugar.

Kamis, 17 November 2011

Mengasah Kemandirian Perempuan

Dalam Islam, pemenuhan kebutuhan moriil dan materiil seorang perempuan terletak pada suaminya. Namun setiap insan manusia juga diwajibkan untuk tidak berpangku tangan, termasuk seorang perempuan.
Hanya Allah yang tahu apa yang akan terjadi esok. Hari ini mungkin para suami masih bisa menghidupi istri dan keluarga mereka, tetapi belum tentu dengan hari esok.
Mandiri bukan berarti hidup sendiri tanpa membutuhkan campur tangan orang lain dalam proses hidupnya. Dibutuhkan peran orang lain dalam porsi sewajarnya. Mengingat manusia adalah mahluk sosial  yang saling bersimbiosis mutualisme.
Kemandirian memang bukan perkara yang mudah, namun banyak cara untuk memupuk karakter tersebut, salah satunya dengan menggali potensi dirinya dalam berkreativitas, karena pada dasarnya setiap permasalahan memerlukan kemandirian  & cara–cara yang kreatif untuk menyeleseikannya. Semakin banyak permasalahan yang bisa diatasi & semakin besar kebutuhan yang harus dipenuhi, maka semakin terasahlah kreativitas dalam diri seseorang.
Konsep hidup mandiri juga sejalan dengan prinsip “sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya”. Bagaimana seseorang bisa bermanfaat untuk orang lain, sedangkan ia tak mampu memenuhi kebutuhannya atau dengan kata lain belum bermanfaat untuk dirinya sendiri.
Ingin sedekah materi, berarti harus punya uang dulu.
Ingin sedekah wawasan, berarti harus punya ilmu pengetahuan & pengalaman dulu.
Ingin sedekah tenaga, berarti harus sehat dulu.
Allah memberi akal kepada hamba Nya, supaya akal tersebut  digunakan untuk menggali potensi dalam dirinya sebagai bentuk rasa syukur. Dalam prosesnya dibutuhkan visi yang akan mengarahkan tujuan hidup kita untuk tidak berpangku tangan lalu menjadi beban orang lain. Akan tetapi visi tersebut bertujuan untuk mensejahterahkan orang lain. Asal dalam pencapaian proesesnya sesuai syariat Allah SWT, misalnya menjaga kehalalan, tidak merugikan orang lain, menjaga diri dari system riba’ dan sebagainya. Sehingga untuk kedepan mampu bersedekah baik materi, ilmu maupun tenaga. Sedekah juga dapat memotivasi diri untuk lebih mandiri agar mampu menghasilkan sesuatu yang mudah dinikmati orang lain.
Usaha pun tidak harus bermodal besar, pikirkanlah untuk mengerjakan sesuatu yang kecil dulu. Misalnya, jika suka memasak, asah lagi ketrampilan meramu resep lalu bukalah catering kecil-kecilan dan tawarkan pada tetangga terdekat atau saudara. Atau beberapa hobi lain yang jika diasah dengan tekun akan menghasilkan keuntungan. Mulailah dengan yang kecil untuk target yang lebih besar.
Perempuan yang berkarakter mandiri biasanya mempunyai beberapa ciri khas, antara lain:
  •  Mudah bangkit ketika menghadapi musibah
  • Tak mudah menyerah untuk selalu belajar menambah wawasan
  • Selalu mengembangkan kemampuan yang dimilikinya
  • Berusaha memberi manfaat untuk orang lain
Di sisi lain, ujian dalam rumah tangga juga mejadi salah satu alasan kenapa seorang perempuan harus mandiri. Alasan tersebut membuat seorang perempuan untuk tidak semena-mena menggantungkan pencarian nafkah ke suami atau keluarga. Namun perlu ditekankan pula, bahwa seorang perempuan yang mampu mandiri secara materi tetap wajib hormat kepada suami dan keluarga.
 “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)Nya.” (QS An Nisa : 9)
Perempuan tidak boleh pasrah terhadap masalah. Harus berani mengambil keputusan disaat sulit, bersikap tegar disaat ujian menyapa, mencari solusi ketika keruwetan hidup di depan mata, dan mampu bersikap tegas ketika dilema melanda.
 “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al Baqarah:186)
 “Dan Tuhanmu berfirman, ‘berdoalah kepada Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu’. Sesungguhnya orang yang menyombongkan diri dari menyembah Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina“’  (QS. Al Mu’min ; 60)
Berdoa adalah salah satu kunci untuk memupuk karakter mandiri, berdolah supaya Allah senantiasa mencurahkan sifat-sifat kemandirian kepada hamba Nya yang berusaha. Karena berdoa adalah senjata orang-orang beriman.
Maka untuk perempuan, tetaplah berdoa dan menggali potensi serta menambah wawasan pengetahuan. Allah akan meridhai selama cara-cara yang ditempuh sesuai tuntunan Nya.

Memupuk Kasih Sayang dan Kelembutan Diri

Tentang wanita, entah mengapa melulu menjadi sebuah bahasan yang menarik untuk dikupas. Baik disajikan dari buah jemari lembut para wanita sendiri, maupun dari sekadar terkaan kaum lelaki yang mengisahkan para wanita. Setidaknya, alunan dayu dari senandung berikut menjadi bukti berkenyataan. Maher Zein dengan The Rest of My Life, Duhai Pendampingku oleh grup nasyid Edcoustic, Insan Bernama Kekasih yang dipopulerkan oleh UNIC di negeri Jiran, Malaysia, bahkan sampai Iwan Fals berdendang Mata Indah Bola Pingpong.
Wanita, telah menjadi sosok makhluk yang melengkapi dunia ini dengan paripurna. Lakunya malah bisa dinarasikan menjadi sebuah lirik yang indah dengan melodi yang membius.
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.”
(HR. Muslim).
Raga, jiwa, peran, posisi, dan aktualisasi para wanita tak ayal mempunyai tahta yang teramat krusial bagi siapapun manusia. Wanita diberi keistimewaan menjadi yang pertama kali merasakan adanya kehidupan manusia di dalam rahim. Wanita yang memberikan air susu kepada para bayi sebagai makanan pertama paling bergizi dan menyehatkan. Hingga wanita pula yang senantiasa memberikan peluk dan ruang terhangat untuk menerima apa adanya setiap kehadiran manusia di sisinya. Bahkan hingga ribuan kata ini telah dicoba untuk melukiskan kasih sayangnya seorang wanita, mungkin tak sampai genap kasih sayang itu tuntas teruraikan. Wallahu a’lam.
Sayangnya, sebagian wanita menjadi terlupa bahwa semata-mata kasih sayang yang tersemat dalam berlakunya sikap mereka adalah anugerah Allah Azza wa Jalla, sang Maha Penyayang dan Pengasih. Diriwayatkan dari sahabat nabi, Abu Hurairah r.a., “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Allah telah menjadikan kasih sayang-Nya terbagi dalam seratus bahagian. Dia menahan sembilan puluh sembilan bahagian di sisi-Nya dan menurunkan satu bahagian ke bumi. Dari satu bahagian itulah para makhluk saling kasih-mengasihi sehingga seekor ibu binatang mengangkat cakarnya dari anaknya kerana takut melukainya.” [HR. Imam Muslim].
Pernah suatu hari Sayyidina Umar datang menghadap Rasulullah Saw. dengan membawa beberapa orang tawanan. Di antara para tawanan itu terlihat seorang wanita sedang mencari-cari, lalu jika ia mendapatkan seorang bayi di antara tawanan dia terus mengambil bayi itu lalu mendakapkannya ke perut untuk disusui. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, “Bagaimana pendapat kamu sekalian, apakah wanita ini akan melemparkan anaknya ke dalam api?” Para sahabat menjawab, “Tidak, demi Allah, sedangkan dia mampu untuk tidak melemparnya.” Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh Allah lebih mengasihi hamba-Nya daripada wanita ini terhadap anaknya.”
Allah Swt. Dialah yang mempunyai kekuasaan menitipkan sepercik dari samudra kasih sayang-Nya yang teramat luas bagi para wanita dunia maupun bidadari surga. Maka kelembutan dan kasih sayang para wanita telah terpancarkan memenuhi dunia kian harinya. Begitu seterusnya, semenjak Siti Hawa sampai dengan ibu-ibu masa kini.
Mungkin karena acap kali distigmakan bahwa wanita adalah kelembutan atau wanita adalah kasih sayang, kita menjadi kurang menyadari bahwa kepemilikan rasa welas, asih, sayang, dan lembut tersebut adalah milik Allah. Para wanita semestinya memohon dan memintanya kepada Allah Swt. Fitrah kelembutannya akan menjadi tumpul manakala tidak diasah. Fitrah kebeningan jiwanya akan menjadi keruh manakala selaksa jiwa di dalam hati gelap dan pekat. Fitrah pengasihnya akan menjadi hambar manakala nutrisi ruhiyahnya gersang.
Oleh karena itu, tak sedikit pula kita saksikan dewasa ini cerita kebengisan para wanita terhadap saudara, orang tua, suami, maupun darah dagingnya sendiri. Ibu yang tega membuang anak, istri yang berani membakar suami, maupun anak perempuan yang kejam menyakiti hati orang tua sendiri.
Jadi, saudariku muslimah, mari memohon, meminta, dan berdoa pada Allah Azza wa Jalla, duhai para wanita yang telah Allah muliakan.
“Hendaklah salah seorang dari kamu memohon seluruh kebutuhannya kepada Rabbnya, sampai-sampai tali sandalnya apabila putus.” (HR At Tirmidzi dalam Ad Da’awaat)
Perkara tali sandal putus pun, Rasulullah mengajarkan kita untuk memohon pertolongan kepada Allah. Apalagi perkara memohon kasih sayang dan kelembutan yang berharga mulia bagi dunia ini. Maka selayaknya bagi “apapun” seorang wanita adalah merutinkan perbanyak doa. Bagi para bunda yang telah diamanahi karunia putra dan putri, bagi istri yang mendoakan suaminya agar selamat bekerja di luar rumah. Maupun bagi para anak gadis yang masih berada di bawah asuhan ayahnya. Tidaklah sama sekali salah bila mereka mendoakan kebaikan bagi diri, suami, orang tua, dan keturunannya.
Tidaklah seuntai doa telah merayap naik ke petala langit yang tujuh melainkan akan dikabulkan oleh Allah Swt. “Dan Rabbmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina.” (QS Ghafir: 60).
Juga sesuai dengan yang telah diriwayatkan dari sahabat Jabir r.a. bahwasanya Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Tiada seorang hamba yang meminta dengan suatu permohonan, melainkan Allah akan memberi apa yang ia minta, jika ia menahan diri dari suatu perbuatan perbuatan maksiat, Allah Ta’ala akan menyelematkan dirinya dari bahaya, atau diampuni dosa-dosanya. Selama si hamba tidak berdoa kepada perbuatan (amal) yang mendekatkan diri kepada dosa, atau berdoa agar terputus dari persaudaraan dengan karib kerabatnya.”
Maka tidak ada keraguan sedikit pun bahwa doa-doa kita tak akan berbalas oleh Azza wa Jalla. Kelak akan terkabulkan, kapan pun masa yang paling tepat menurut Allah. Hanya diri kita lah yang kadang terlalu cepat mengecap keputusasaan dan memasung baik sangka. Oleh karena itu, menjadi tidak mengherankan dan bukanlah hal yang lucu, apabila ada seorang gadis kecil belasan tahun memanjatkan pengharapan, “Ya Allah, ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan ,keluarga, dan keturunan kami sebagai penyenang hati dan jadikan kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
Gadis kecil itu mungkin tidak berharap doanya akan terkabul seketika, melainkan ia mengetahui bahwa Allah akan mengabulkan doa tersebut saat yang tepat meski beberapa tahun yang akan datang. Sebagaimana dikatakan sahabat Ali bin Abi Thalib r.a., “Demi Allah, aku tidak pernah memikirkan apakah doaku diterima atau tidak. Yang kupikirkan adalah aku bisa berdoa atau tidak. Karena jika engkau menyelesaikan sebuah doa, maka jawabannya itu pasti langsung mengikutinya.”
Kini, marilah kita simak kesaksian manusia teragung sepanjang zaman yang akan mengisahkan mukjizat diri beliau sendiri, Rasulullah Muhammad Saw., “Sesungguhnya aku adalah penutup para nabi, dan Adam terbuat dari tanahnya. Aku akan mengabarkan tentang awal itu semua yaitu doanya moyangku Ibrahim a.s., kabar dari Isa tentang aku, mimpi yang dialami ibuku dan juga yang dialami oleh ibunya para nabi.” (HR Imam Ahmad diriwayatkan dari Al Arbadh bin Sariyah).
Benarlah bahwa doa Nabi Ibrahim yang terpanjatkan ratusan bahkan ribuan tahun silam jauh sebelum kelahiran Rasulullah Muhammad Saw telah terkabulkan pada diri beliau. Allah Swt. telah mengabadikan perisitiwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail saat di tanah Haram berdoa, “Ya Tuhan Kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu, dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada-Mu. Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka, dan menyucikan mereka…” Yang termaktub di dalam Al Quran surat Al Baqarah 128-129.
Sekarang, mari berdoa sebanyak-banyaknya agar Allah memupuk kasih sayang dan kelembutan pada diri dan jiwa kita, duhai para muslimah. “Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah dibanding doa.” (Riwayat At Tirmidzi)